Perlang, Bangka Tengah — Minggu, 21 Desember 2025
Dugaan permainan lahan berlapis terkait rencana tambang timah di Desa Perlang kian menguat dan memantik sorotan publik. Warga mengaku kebun produktif yang mereka kelola bertahun-tahun hanya dibayar Rp 3 juta per hektar oleh Pak Iwan dengan dalih ganti rugi tanam tumbuh. Ironisnya, lahan yang sama kemudian dibayar Bitet kepada Pak Iwan sebesar Rp 15 juta per hektar, sebelum akhirnya berpindah tangan ke Puan dengan nilai total hingga sekitar Rp 700 juta.
Rangkaian transaksi ini dikaitkan dengan rencana pertambangan yang disebut-sebut beririsan dengan PT Walie Tampas.
Pengakuan Warga: Tanah Tak Dihargai, Hanya Tanaman
Sejumlah warga menegaskan pembayaran Rp 3 juta/ha bukanlah harga tanah, melainkan semata kompensasi tanaman di atas lahan.
“Cuma Rp 3 juta per hektar dibayar Pak Iwan untuk ganti rugi tanam tumbuh kami. Tanahnya tidak dihitung,” ujar seorang warga Perlang.
Skema ini membuat warga merasa kehilangan kebun sekaligus hak ekonomi atas tanah yang selama ini menjadi sumber penghidupan.
Alur Transaksi yang Dipersoalkan
Penelusuran Tim Investigasi merangkum dugaan alur sebagai berikut:
Warga → Pak Iwan
Dibayar Rp 3 juta/ha (ganti rugi tanam tumbuh).
Pak Iwan → Bitet
Bitet diduga membayar Rp 15 juta/ha kepada Pak Iwan—lonjakan nilai berlipat dalam waktu singkat.
Bitet → Puan
Puan diduga membeli dan menguasai lahan dengan nilai total hingga ± Rp 700 juta.
➡️ Dari Rp 3 juta/ha di tangan warga, lahan berakhir bernilai ratusan juta rupiah.
Indikasi Spekulasi dan Pengondisian Lahan
Lonjakan nilai ekstrem ini memunculkan dugaan kuat adanya:
spekulasi lahan jelang tambang,
pengondisian wilayah lebih dulu,
pemanfaatan posisi tawar lemah masyarakat desa.
Penggunaan istilah ganti rugi tanam tumbuh disinyalir menjadi modus menekan nilai kompensasi agar penguasaan lahan berjalan cepat.
Prosedur Dipertanyakan: Appraisal Tak Pernah Dibuka
Warga menyebut:
tidak pernah melihat appraisal independen,
tidak ada dasar tertulis penetapan Rp 3 juta/ha,
tidak ada musyawarah terbuka.
Kondisi ini dinilai sebagai cacat prosedur serius yang patut diuji secara hukum.
Desakan Penyelidikan Menguat
Publik mendesak Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung untuk segera:
mengusut rantai transaksi Pak Iwan → Bitet → Puan,
menelusuri alur uang dan motif lonjakan harga,
memeriksa dugaan pengondisian lahan untuk tambang timah,
mengaudit seluruh proses perizinan yang terkait.
Fakta62: Ini Dugaan Skandal Lahan
Tim Investigasi Fakta62 menegaskan perkara ini bukan jual beli biasa, melainkan indikasi kuat skandal lahan yang merugikan warga.
“Ketika rakyat hanya menerima Rp 3 juta per hektar, lalu lahan yang sama dibayar Rp 15 juta per hektar dan akhirnya bernilai Rp 700 juta, ada ketidakadilan serius yang wajib dibuka ke publik,” tegas tim investigasi.
Kasus Perlang kini menjadi ujian keberpihakan hukum: melindungi hak warga, atau membiarkan permainan lahan terus berulang.
Tim Investigasi




